Powered By Blogger

Sabtu, 09 Oktober 2010

Cara menulis yang baik

1. Membiasakan posisi duduk yang benar dalam menulis / posisi belakang tegak
2. Jarak antara mata dan kertas minimal sekitar 25 cm.
3. Mengetahui cara memegang pena yang benar
4. Mengetahui cara menggerakkan tangan saat menulis agar tulisan menjadi bagus.
Metode Pengajaran
1. Guru membacakan teks dengan bacaan yang benar dan jelas serta dengan suara nyaring lagi jelas.
2. Mulai mengimla dengan kalimat perkalimat. Read More..

SUPERVISI PENDIDIKAN

A. Pengertian
1. Secara Etimologis
Dilihat dari sudut etimologi, supervisi bersal dari kata super dan vision yang berarti atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis, supervisi berarti penglihatan dari atas.
Pengertian seperti ini merupakan arti kiasan yang menggambarkan suatu posisi yang melihat berkedudukan lebih tinggi daripada yang dilihat.
Contoh: Kakanwil mensupervisi Kakandep Kabupaten dan Kakandep tingkat Kabupaten mensupervisi Kakandep tingkat Kecamatan dan seterusnya.
Istilah “melihat” dalam hubungannya dengan masalah supervisi searti dengan menilik, mengontrol, mengawasi.
Timbul satu pertanyaan, apakah yang diawasi? Jawaban yang dapat diajukan adalah segala tugas dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepada bawahan. Dengan pengertian bahwa tugas dan tanggung jawab itu telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan atau belum. Jika sudah, perlu ditingkatkan. Jika belum, akan dicari sebabnya yang kemudian dicarikan jalan keluar sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
2. Secara Semantik
Yaitu bantuan yang diberikan supervisor kepada guru (bawahan) agar ia mengalami pertumbuhan secara maksimal dan integral baik profesi maupun pribadinya.
Di sini supervisi diharapkan membawa dampak perkembangan secara utuh, baik perkembangan pribadi guru maupun perkembangan profesinya. Guru seperti itu diharapkan mau dan mampu menciptakan situasi belajar mengajar yang baik.
3. Kesimpulan
a. Supervisi bukan usaha pengarahan yang yang membentuk pribadi guru selaras dengan pola yang dikehendaki oleh supervisor, tetapi supervisor membantu guru agar guru berkembang menjadi pribadi yang sesuai dengan kodratnya.
b. Dalam kegiatan supervisi pendidikan bukan hanya profesi guru yang bertumbuh tetapi juga pribadinya.
c. Dalam kegiatan supervisi pendidikan tidak mencari kesalahan guru, tetapi membantu guru agar dapat menemukan masalah yang dihadapi dan bagaimana cara memecahkannya.



B. Tujuan
Guru yang baik adalah guru yang sepanjang hari melaksanakan tugasnya baik di sekolah maupun di rumah. Walaupun guru sebagai manusia biasa yang harus memikul tugas sebagai bapak/ibu rumah tangga yang tidak kurang berat dan pentingnya. Tugas dan tanggung jawab seorang guru tidaklah ringan, hanyan guru yang baik yang mampu bertahan sebagai guru dalam arti yang sesungguhnya.
Seorang supervisor harus mampu melihat dan menyadari hal di atas. Kesadaran inilah yang dapat digunakan sebagai bekal bagi supervisor untuk menolong guru. Sudah barang tentu supervisor yang menyadari tugas dan tangggung jawabnya akan memikul beban tugas yang lebih berat daripada yang dipikul guru.
Tugas pokok supervisor adalah menolong guru agar mampu melihat persoalan yang dihadapi. Guru yang tidak dapat melihat dan merasakan beban seperti yang digambarkan di atas bukanlah guru walaupun berpredikat guru. Jika guru telah dapat melihat persoalan yang dihadapi, maka tugas supervisor adalah menolong para guru agar dapat memecahkan problema yang mereka hadapi itu.
Guru yang dapat berdiri sendiri dan guru yang dapat atau mampu mengarahkan diri sendiri ini merupakan tujuan supervisi pendidikan sesungguhnya.
Supervisor yang baik tidak akan memberikan “ikan” kepada guru-guru, tetapi ia akan berusaha memberikan “kail” agar dapat berdiri sendiri. Sebab dengan kail itulah guru diharapkan dapat memperoleh ikan, itu berarti guru harus mampu berdiri sendiri. (Adam & Dickey dalam bukunya Basic Principles of Supervision, the primary aim of supervision is to aid teachers to become self directive).

C. Situasi Belajar Mengajar Yang Baik
Situasi belajar mengajar dikatakan baik apabila pada waktu pelajaran berlangsung:
1. Terjadi komunikasi dua arah (two way traffic) antara guru dengan murid dan sebaliknya, atau berkembang lebih lanjut terjadi komunikasi antara murid dengan murid (komunikasi banyak arah).
2. Keaktifan tidak hanya pada pihak guru, tetapi para murid diharuskan aktif pula.
3. Murid bukan sekedar objek, namun harus berstatus sebagai subjek.
Oleh karena itu langkah pertama guru adalah harus dapat menimbulkan motivasi belajar pada murid. Guru tidak akan melanjutkan pelajaran sebelum murid memiliki minat untuk belajar.
4. Pelajaran diberikan secara klasikal, namun demikian guru tetap memperhatikan juga perbedaan individual murid (individual differences).
5. Pelajaran tidak harus berlangsung di dalam ruang belajar, tetapi kadangkala dilaksanakan di luar kelas (mis: study tour).
6. Situasi belajar mengajar diarahkan kepada pencapaian tujuan secara maksimal dan integral.
Situasi belajar mengajar dapat tercipta secara baik jika guru:
1. Mampu merumuskan tujuan-tujuan pendidikan
2. Mampu mencari sumber-sumber pengajaran
3. Mampu menyeleksi “text-book”
4. Mampu membuat persiapan mengajar
5. Mampu memahami dan menggunakan metode mengajar
6. Mampu menggunakan AVA
7. Mampu mengatasi problema-problema bathin
8. Bekerja dalam suasana staf yang harmonis
9. Mengenal kebutuhan murid
10. Menyadari betapa pentingnya hubungan sekolah dengan masyarakat (school public relation) yang baik
11. Dll.
Dengan demikian, tujuan supervisi adalah menolong guru agar ia mampu menciptakan situasi belajar mengajar yang baik, maka hal itu merupakan tujuan supervisi secara umum. Sedangkan menolong guru agar ia memiliki kemampuan-kemampuan di atas merupakan tujuan khusus dari supervisi pengajaran. Read More..

MANAJEMEN PENDIDIKAN

MANAJEMEN PENDIDIKAN
Setiap organisasi memiliki aktivitas-aktivitas pekerjaan tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu aktivitas tersebut adalah manajemen. Dalam organisasi pendidikan hanya ada satu jenis manajemen yang bertingkat ialah manajemen tertinggi sampai dengan manajemen terdepan.
A. Pengertian Manajemen
Ada kaitan yang erat antara organisasi, administrasi dan manajemen. Organisasi adalah sekumpulan orang dengan ikatan tertentu yang merupakan wadah untuk mencapai cita-cita mereka, mula-mula mereka mengintegrasikan sumber-sumber materi maupun sikap para anggota yang dikenal sebagai manajemen dan akhirnya barulah mereka melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mencapai cita-cita tersebut. Baik manajemen maupun melaksanakan kegiatan itu disebut administrasi.
Ada yang mengatakan administrasi sebagai tata cara kerja pemerintahan dengan fungsi merencana, mengorganisasi dan memimpin (Wajong, 1983, h.1 & 27). Ada juga yang mengatakan administrasi berhubungan dengan penentuan kebijakan bersama dan koordinasi secara keseluruhan. Ada pula ahli yang menyebut administrasi sebagai pengarah yang efektif, sementara manajemen dikatakannya sebagai pelaksana yang efektif (Benton, 1972, h.278-279). Dan ada pula yang mengatakan administrasi sebagai keseluruhan proses kerja sama para anggota organisasi berdasarkan rasional tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Siagian, 1979, h.3). Sementara itu (Robbins, 1982, h.6) tidak melihat adanya perbedaan yang berarti di antara kedua istilah itu dan ia memandang hal itu sama, hanya manajemen diterapkan pada organisasi yang mencari keuntungan uang, sedangkan administrasi untuk organisasi yang mencari keuntungan uang maupun yang bukan uang.
Dale (1973, h.4) mengutip beberapa pendapat para ahli tentang pengertian manajemen sebagai (1)mengelola orang-orang (2)pengambilan keputusan (3)proses mengorganisasi dan memakai sumber-sumber untuk menyelesaikan tujuan yang sudah ditentukan.
Suatu pandangan yang lebih bersifat umum daripada pandangan-pandangan di atas menyatakan bahwa manajemen adalah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi system total untuk menyelesaikan suatu tujuan (Johnson, 1973, h.15). yang dimaksud sumber di sini adalah mencakup orang-orang, alat-alat, media bahan-bahan, uang dan sarana. Semuanya diarahkan dan dikoordinasi agar terpusat dalam rangka menyelesaikan tujuan.
Dalam pendidikan, manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
Administrasi : mengemban misi atasan
Manajer : memadukan sumber-sumber pendidikan
Supervisor : membina guru-guru pada proses belajar mengajar
Dengan demikian, administrasi adalah kerja sama antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi: kegiatan-kegiatan rutin seperti: administrasi pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan dan sarana prasarana. Sedangkan manajemen adalah kegiatan-kegiatan non rutin yang menangani gejolak baik positif maupun negative yang membutuhkan pemikiran dan aktivitas khusus untuk menyelesaikannya, termasuk yang bertalian dengan sumber-sumber pendidikan.
Gejolak positif : ketidakmampuan guru dalam melaksanakan metode pembelajaran baru
Gejolak negatif : mengatasi demonstrasi siswa yang SPPnya tidak mau dinaikkan
Hubungan antara organisasi, administrasi dan manajemen adalah sebagai berikut:

B. Pendidikan di Indonesia
UU RI no.20 tahun 2003 menyatakan bahwa:
Tujuan pendidikan bangsa Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman & bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Read More..

Kamis, 07 Oktober 2010

fenomena alam

akhir-akhir ini banyak terjadi bencana dimana-mana..banjir, angin, gelombang, sampai kebakaran... Read More..

Rabu, 06 Oktober 2010

Biografi Tiga Sufi Oleh Sayid Zein Zainuddin As Saggaf(Alm)

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Ajaran tasawuf yang sangat di gandrungi oleh para pengamal Tharikat Mu’tabarah itu tidak hanya berkembang di daerah Timur Tengah saja tetapi sudah merambat jauh ke negara-negara lain khususnya Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Indonesia dan Brunei Darussalam
Melalui makalah ini, kami akan mencoba memaparkan biografi ringkas dari tiga orang tokoh sufi yang mengembangkan paham tasawuf di Indonesia serta ajaran dan karya-karya mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Tiga orang tokoh sufi, yang kami maksud di sini adalah:
1. Hamzah, al. Fansuri
2. M.Nuruddin al Raniri,
3. Abd. Rauf al Singkili


PEMBAHASAN


A. DUA KELOMPOK ALIRAN SUFI
Pada umumnya jamaah ahli tariqah Al-Mu’tabarah yang ada di Indonesia pada abad ke-16 dan 17 yang mengaku mengikuti dan menganut ajaran kaum sufi itu terbagi kepada 2 (dua) golongan yang kadang-kadang tampak saling besebrangan yakni ada yang dapat dipengaruhi oleh ajaran al-Hallaj dan Ibn Arabi dan ada pula yang tidak. Yang pertama disebut kaum sufi Wujudiah (Pantheisme/Wahdatul Wujud), sedang yang kedua disebut kaum sufi Ahlissunnah Waljamaah.

B. ALIRAN AHLUSSUNNAH WALJAMAAH DAN SUMBER AJARANNYA
Aliran ini tidak terpengaruh baik terhadap konsep Itihad, Hulul atau pun martabat empat Ibn Arabi yang menjadi martabat tujuh al Gujarati dan Insan Kamil dari Al Jili. Karena sumber ajaran Ahli Sunnah Waljamaah adalah benar-benar al-Kitab dan al-Sunnah seperti ajaran Muraqabah dan lain-lain dari kelompok trancendentisme.

C. ALIRAN WUJUDIAH DAN SUMBER AJARANNYA
Pada mulanya ajaran ini disebut aliran Wahdatul Wujud (munisme) atau Aliran Faidh (emanisme) seterusnya di zaman Syamsuddin al-Sumatrani (murid oleh Hamzah al-Pansuri) hingga dalam sastra Malayu dikenal dengan aliran martabat tujuh.
Naruddin al-Raniri lah yang menyebutnya dengan nama aliran Wujudiah . Yang dia maksud aliran Wujudiah ini adalah orang-orang yang mempunyai paham bahwasanya segala apa yang ada (maujudat) ini walaupun kelihatannya banyak namun pada hakikatnya satu jua yang merupakan kesatuan antara Zhahir (kulit) dan batin (isi) yakni Allah swt. dan sekalian mahlukNya.
Kaum wujudiah pun telah mengatakan bahwasanya `ain dzat terbagi dua, yaitu; yang pertama `ain tsabitah dan yang kedua `ain kharijah. Alam yang kelihatan ini `ain kharijah. (kulit luar dari `ain tsabitah / al Haq/Tuhan) jadi apa yang dikatakan alam dan apa yang dikatakan Allah itu pada hakikatnya satu jua. Dengan pengertian bahwasanya esensi dari maujudat ini adalah Tuhan. Atau dalam kata lain wujud mahluk ini sebenarnya subtansi dari wujud sang Khaliq.
Seperti inilah yang disebut paham aliran wujudiah yang oleh sebagian buku disebut paham imanenisme dan paham pantheisme yang lebih pupoler dengan istilah martabat tujuh.
Pada praktiknya paham wujudiah ini menitik beratkan fokus batin terhadap Nur Muhammad yang menurut mereka adalah asal segala wujud dalam aktifitas sehari-hari.
Di antara ulama-ulama sufi yang tidak termasuk dari golongan mereka (wujudiah) adalah al-Qusyairi al-Junaid dan Ibn Ataillah. Selurah kaum Ahli Sunnah Waljamaah pun menentang terhadap ajaran ini karena menurut mereka ajaran ini tidak bersumber kepada Alquran dan Al-Hadits yang sahih.
Syekh Khalid Al-Baghdadi menyebutkan bahwasanya Ibn Arabi, Ibn Sab’in dan beberapa orang selain mereka telah mengadopsi beberapa potongan ajaran filsafat yang mereka gubah menurut bahasa mereka sendiri dan kemudian mereka masukkan kedalam ilmu tasawuf. Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad menyebutkan bahwa sebagian besar karya Ibn Arabi itu termasuk kelompok buku-buku yang terlarang untuk dibaca.
Paham wujudiah ini masuk ke-Indonesia dari dua arah (dari Arab, yaitu kitab Al-Insan al-Kamil karya al-Jili dan dari India yaitu kitab al Tuhfah al Mursalah karya Al-Gujarati). Kaum sufi memang banyak membikin istilah-istilah sufistik seperti yang tersebut dalam kitab al-Qusyairiyah, al-Manhal ash Shafi dan Tanya Jawab Sufistik yang di antaranya adalah yang berkenaan dengan ma’rifat.
Dalam istilah Al-Bisthami ada yang disebutnya : “fanaul fana”, yaitu hapusnya segala yang baharu dalam yang mutlaq. Mengenai teori penciptaan, Al-Hallaj berbeda dengan ibn Arabi, Al-Hallaj menggunakan teore emanisme (Al-Faidh) yang berdasar kepada Perjanjian Lama /israiliyat tentang penciptaan alam, yang berbunyi
خلق الله ادم على صورته
Sedang Ibn Arabi menggunakan teori monisme (tajalli) yang artinya wujud yang sebenarnya hanya tunggal yaitu wujud Tuhan, sedang mahluk itu adalah bayang-bayang Tuhan. Proses menampakkan Tuhan keluar dalam beberapa martabat dinamakan tanazzul, sedang proses kenaikan manusia untuk kembali kepada tuhan taraqqi. Dalam futuhatnya Ibn Arabi menyebutkan empat martabat (Al-Haq, Hakikat Muhammadiyah, Jagad raya, dan manusia)
4 (Empat) martabat ini kemudian oleh al-Gujarati dikembangkan hingga 7 (tujuh) martabat, yaitu:
1) Ahadiyah :Tidak Menentu hakikat /kunhi/ hakikat dzat Allah semata / ke-Esaan yang murni yakni masih murni dari kaitan selainnya, yang No.1 ini disebut juga Lahut
2) Wahdah (ta’ayyuun I) :Menentu tingkat I / ke-Esaan yang mengandung kejamakan/zhuhur ya’ni terbayang sifat dan asma yang belum rinci / ke esaan yang belum rinci/hakikat muhamamadiyah.
3) Wahidiyah (ta’ayyun II) :Menentu tingkat II (zhuhur) yakni terbayang sifat dan asma secara rinci / keesaan yang rinci / hakikat insan . yang no 2 dan 3 ini disebut juga Jabarut.
4) Alam arwah :Ketentuan yang halus / barzakh / keutuhan yang atomis dzatnya . Disebut juga alam Malakut
5) Alam amtsal :Kesatuan yang besar tetapi belum rinci ( tidak bisa dipisah-pisah bagian nya, pencerminan roh yang disebut juga alam mulk / syahadah.
6) Alam ajsam :Kesatuan yang besar dan sudah rinci / kebendaan sempurna disebut juga alam nasut.
7) Insan kamil :Sebagai manusia cermin Tuhan yang lengkap ya’ni mencakup seluruh martabat tersebut di atas.
La Ta’ayyun ( tanpa perbedaan ) atau dzat semata tersebut di atas dalam agama Siwa disebut Niskala dan dalam agama Mahayana di sebut Dharmakaya.
Ta’ayyun I dan II, dalam agama Siwa disebut Sakala-Niskala dan dalam agama Mahayana disebut Nirmanakaya.
A’yan Tsabitah (realitas-realitas yang terpendam), terdiri dalam: Ahadiyah, Wahdah, Wahidiyah. Mengenai hakikat muhamadiyah dan Nur Muhammad ini As-Sayyid Ahmad Al-Barzanji dalam kitabnya Tahqiqatul Ahamadiyah. ada menyebutkan sebagai berikut:




Sedang As-Sayyid Ali Al-Habsy dalam Simthud durarnya ada menyebutkan sebagai berikut:

Pengertian hakikat Muhammaddiyah dan Nur Muhammad yang laksana kakak beradik ini sering di identikkan orang, sehingga sering terjadi kesalahan penafsiran yang membawa kepada perdebatan-perdebatan. Padahal menurut beberapa pakar seperti As-Sayyid Ali
Al-Habsyi dan murid murid dari As Seman seperti Syeikh Daud Al-Fathami, Syeikh Abd. Samad Al-Falimbani seperti halnya Syeikh M.Nafis Al-Banjari keduanya (hakekat muhamadiyah dan nur muhammad) jauh berbeda, yang pertama ada pada martabat wahdah (martabat ke 2 yang tergolong qadim) sedang yang kedua ada pada martabat alam arwah / martabat ke-4 yang merupakan awal martabat baharu.
Kesalah pahaman tentang dua istilah ini tentu saja berdampak kepada kesalah praktikan amaliah /ritual yang membikin rawan tokoh-tokoh kaum Ahlussunah Waljamaah karena apabila Nur Muhammad itu dianggap sesuatu yang qadim maka tentu saja tidak sejalan dengan Hadist Nur yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari r.a. Sedang apabila Nur Muhammmad itu dianggap sesuatu yang baharu dan dijadikan sarana tawassul dalam ibadah maka bagaimana dengan Hadist Ihsan atau Muraqabah yang dibawakan oleh Abu Hurairah dan lain-lain. Bahkan apabila diteliti lebih jauh lagi hal ini menurut sebagian orang dapatlah dikatagorekan tidak sejalan dengan tuntunan Alquran karena konsep-konsep seperti itu memang jelas tidak terdapat dalam kitab suci Alqur`an dan termasuk katagore perbuatan bid’ah dhalalah/sesat.
Abd. Samad Al-Palimbani dalam Sairussalikin nya ada mengisyaratkan bahwa di antara kegunaan mengetahui martabat-martabat ini adalah untuk memilih dzikir tertentu yang cocok bagi orang-orang yang melakukan suluk.
Sedang Syeikh Daud al-Fathani dalam kitab Manhalnya ada menyebutkan bahwasanya sisalik itu oleh Syeikhnya akan diantarkan mulai dari alam nasut itu hingga alam-alam yang di atasnya hingga ia sampai kepada tuhan-Nya.
Lain lagi dengan Ibn `Athaillah beliau dalam kitabnya Miftahulfalah menguraikan secara panjang lebar dan lebih mendalam lagi tentang cara-cara memilih zikir untuk diamalkan.
D. Al-FANSURI, AJARAN DAN KARYA-KARYANYA
Namanya adalah Hamzah al-Fansuri. Berdasarkan kata fansur yang menempel pada namanya ini dapat diketahui bahwa ia berasal dari Fansur (sebutan orang Arab terhadap Bandar Barus) yang banyak menghasilkan kapur barus yang sekarang merupakan sebuah kota kecil di pantai barat Sumatra Utara yang terletak antara Sibolga dan Singkel (Aceh). Mengenai bahwa dia berasal dari barus ini disebutnya beberapa kali dalam kitabnya “Syair Jawi”.
• Ajaran Hamzah al Fansuri
Dia termasuk penganut thariqah Qadiriyah yang berpaham wujudiah.
Hamzah al fansuri menyebut ajaran-ajarannya dengan “ilmu suluk” Hamzah Al fansuri juga menyebut-nyebut tentang martabat 7 tetapi tidak sistematis. Karya-karyanya antara lain:
 Asrar al `Arifin
 Syurb al` Asyiqin
 Al Muntahi  Syair jawi
 Syair perahu
 Syair dagang

E. AR RANIRI AJARAN DAN KARYA-KARYANYA
Namanya adalah Muhammad Nuruddin Ar raniri, beliau seorang Indo Arab yang lahir di Rander, sebuah kota pelabuhan tua di Pantai Gujarat (Teluk Kambay). Pada mulanya beliau belajar di tempat kelahirannya ( Rander ) hingga mendapat ijazah thariqah Rifa`iah dari Sayyid Umar Basyaiban yang juga lahir di India dengan sanad dari Sayyid Muhammad al `Aydrus yang berasal dari Tarim.
Ar Raniri sendiri juga telah pergi belajar ke-Hadhramaut dan Hijaz .
+1580 M yakni dimasa sultan Aceh Besar keenam /sulthan Mansursyah atau dizaman maraknya ajaran Hamzah al Fansuri di Aceh, paman Ar Raniri yang bernama Syeikh Jailani telah berada di Aceh dengan tujuan dakwah, tetapi karena kegemaran rakyat Aceh pada saat itu lebih tertuju pada tasawuf maka beliau kurang mendapat simpati rakyat Aceh, baru mendapat simpati mereka setelah Syeikh Jailani menuntut ilmu tasawuf di kota Mekkah.
Sedang Nuruddin sendiri setelah banyak mengaji di Hadhramaut dan Hijaz beliau pulang ke Rander(Ranir) di saat Ranir telah mengalami kemunduran karena olah penjajah, karena itulah beliau pergi ke Aceh.
Beliau mukim di Pahang yakni pada tahun 1618 M. (zaman Sultan Aceh Besar ke delapan) , sebuah kota yang saat itu termasuk wilayah kerajaan Aceh. Di Pahang inilah beliau mengarang beberapa buah kitab hingga dengan cepat beliau dikenal orang.
Pada tahun 1621 M.Nuruddin Ar Raniri Pergi ke Mekah dan Madinah lagi dan entah berapa lama kemudian beliau menetap lagi di Aceh dan sering beradu hujjah dengan Syamsuddin al Sumatrani (murid Hamzah al Fansuri).
Beberapa pengarang berbeda pendapat tentang tahun dihukum bunuhnya Syamsuddin al Sumatrani ada yang mengatakan tahun 1630 M. yaitu bersamaan dengan tahun dikarangnya kitab Assiratal Mustaqim.
Pada tahun 1636 M. Sultan Iskandar Muda wafat dan digantikan oleh Sultan Iskandar II. Nuruddin diangkat menjadi mufti kerajaan dan Nuruddin pun diberi kebebasan dalam mengarang kitab-kitabnya yang cukup banyak itu, beginilah Nuruddin pada masa hidupnya di Aceh Darussalam beliau sangat berjasa bagi kerajaan, sebab dengan usaha beliaulah Aceh mendapat gelar kota Serambi Mekkah.
Pada tahun 1641 M. Sultan Iskandar II pun wafat, Nuruddin pulang ke Raner namun tidak lama beliau kembali ke Aceh dan baru pada tahun 1654M. Nuruddin pulang ke Ranir lagi hingga wafat pada tahun 1658 M. setelah bermukim di kerajaan Aceh Darussalam selama +17 tahun.
Ajaran Nuruddin Ar Raniri :
Beliau termasuk penganut Thariqat Rifa’iyah yang berpaham ahli sunnah waljamaah fanatik, menurutnya hakikat dan syariat itu tak boleh dipisahkan. Beliau selalu mengingat kata-kata Al Habib Abdullah al Aydrus yang mengatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah swt. kecuali melalui syariat yang merupakan pokok dan cabang Islam.
Ar Raniri berbeda pendapat tentang ketuhanan dengan ajaran Hamzah al Fansuri dan sering berdebat di depan Sultan dengan Syamsuddin (murid al Fansuri) bahkan sering mengatakan mereka kafir. Ar Raniri di samping ahli tentang ketuhanan dan ahli syariat, beliau juga mengetahui buku-buku yang dikarang oleh Ibn Arabi, Al Ghazali dan lain-lain. Ar Raniri menganggap bahwa Al-Fansuri cs lebih ekstrim dari pada Ibn Arabi dan dia menggolongkan mereka dalam golongan orang-orang zindiq.
Karya-karyanya:
Karya Nurudin Ar Raniri mencapai 23 judul di antaranya: Jawahir al Ulum Fi kasyfi al ma’lum, At Tibiyan Fi Ma’rifat al Adyan, Hujjah Ash Shiddiq li daf’izzindiq, Bustan as Salathin.




F. AS SINGKILI, AJARAN DAN KARYANYA
Namanya adalah Abd. Rauf as-Singkili. Beliau keturunan Arab dan Barus yang lahir di Kampung Suro Singkel (Aceh). Pada mulanya beliau belajar kepada ayahnya sendiri dan kemudian belajar kepada Syamsuddin as-Sumatrani (murid dari al-Fansuri) kemudian berangkat lagi ke Mekah, Jeddah, Mokha, Zabid, Bait al-Faqih. Di Mekah dia berkenalan dengan Ar Raniri dan di Madinah beliau belajar kepada Al-Qusyasyi
Ajaran As-Singkili
Beliau termasuk penganut thariqah Syaththariah yang berbeda dengan kebanyakan penganut Syaththariyah saat itu yang beraliran wujudiah karena beliau beraliran ahli sunnah wal jamaah sebagai murid Nuruddin ar-Raniri.
Karya-karyanya antara lain:
Mir’at ath Thullab dan Daqaiq al Huruf.

G. DI ANTARA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PRAKTIK AMALIAH AHLI SUNNAH WAL JAMAAH DAN PENGANUT WUJUDIAH :
Pada umumnya mereka sama-sama menganut Thariqat Mu’tabarah seperti Qadiriyah, Rifa’iyah, Syaththariyah dan lain-lain. Sedangkan perbedaan di antara mereka adalah ada yang menganut aliran wujudiah dan ada yang menganut alussunnah wal jamaah.

H. DI ANTARA KOMENTAR PARA AHLI TENTANG ALIRAN WUJUDIAH
Di antara komentar para ahli tentang aliran wujudiah adalah apa-apa yang dikatakan oleh :
a. Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad, beliau pernah mengatakan bahwa kadang-kadang untuk memahami kata-kata Ibn Arabi itu mesti dibutuhkan pengetahuan syariat dan tasawuf agar keyakinan seseorang tidak goyang karenanya sebab didalam masalah itu terdapat kesempatan bagi setan untuk menyatakan perannya.
b. Asy Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, beliau pernah menyinggung-menyinggung bahwasanya ajaran wujudiah ini termasuk ajaran bid’ah seperti halnya Jabariah, Qadariyah dan Rafdhiyah.
c. Nuruddin Siddiqi, beliau dalam bukunya ada menyinggung pendapat syeikh Ahmad Shirhindi Al Punjabi bahwasanya selagi sufi itu berada di bawah pengaruh filsafat Ibn Arabi.
Yang telah mempercayai ajaran kesatuan apa yang ada(Imanenisme) dan cenderung untuk menghilangkan perbedaan antara Tuhan dan manusia, sedangkan kaum ulama berada dalam kesempitan paham mengenai hukum yang membawa kepada perdebatan-perdebatan yang tak habis-habisnya mengenai hal-hal yang kecil-kecil maka kedua golongan ini akan kehilangan semangat kesusilaan Islam. Golongan sufi yang seperti ini dikatakan lebih berbahaya daripada golongan yang satunya, sebab seandainya ciptaan itu tak nyata ada, hanya Tuhan sendirilah yang maujud, seperti yang dipertahankan Ibn Arabi maka kebutuhan akan agama dan hukum akan lenyap.
Pendapat Syeikh Ahmad ini mungkin ada benarnya apabila kita mau belajar dari peristiwa yang terjadi pada diri tokoh-tokoh aliran wujudiah, antara lain.
1) Al Hallaj di Bagdad
2) Sidi Dzennar(siti jenar) di kerajaan Demak
3) Hamzah al Fansuri di kerajaan Aceh
4) Abd. Hamid Abulung di kerajaan Banjar (Martapura).

I. BEBERAPA PERISTIWA TRAGIS YANG DIALAMI TOKOH-TOKOH ALIRAN WUJUDIAH
1. Al Hallaj : Sebagai akibat dari perkataannya ini maka ia pun di penjarakan selama tujuh tahun, dan di interogasi selama tujuh bulan untuk dikaji ajaran itu secara mendalam hingga akhirnya dihukum bunuh (disalib di Bagdad tahun 92 M.) karena tidak ada satu ulama pun saat itu yang membelanya.
Ibn Arabi sendiri karena pandai mengulas-ulas lidah dan masih banyak pembelanya tidak sampai terbunuh, malah menjadi tokoh kontroversial dan sering didewa-dewakan oleh penganutnya dengan julukan asySyaikh al Akbar.
2. Sidi Dzennar/Siti Jenar (Lemah Abang/Abd. Jalil)
Mulanya beliu termasuk di antara walisongo namun akhirnya terpengaruh dengan ajaran Al Hallaj yang menyimpang dari ajaran Islam yang membahayakan ummat sehingga oleh para wali dijatuhi hukuman mati.
Di samping itu Sidi Dzennar pernah menyatakan bahwa Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan haji ke Mekah semuanya itu adalah palsu, tidak boleh diikuti semua itu adalah kebohongan, untuk menipu semua mahluk dengan janji surga besok. Orang bodoh pada mengikuti wali yang nyata sama-sama tidak mengerti lain halnya dengan aku Sidi Dzennar.
Hal ini menyebabkan berangkatnya Sunan Kali Jaga, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Modang untuk berhadapan langsung dengan Sidi Dzennar, Sunan Kali Jaga berkata “Saya akan bicara singkat saja, tuan Lemah Abang(Sidi Dzennar) silakan pilih apakah memilih hidup atau kah memilih mati, Sidi Dzennar menjawab “Saya memilih mati(yang berarti hidup).
Tidak lama setelah ini (tahun 140 caka) Sidi Dzennar pun dihukum mati jenazahnya dibawa ke Demak dan dikebumikan secara rahasia.
3. Hamzah al Fansuri
Pengikut beliau banyak yang dihukum mati oleh sultan dan karya-karyanya pun dibakar habis.
4. Abd. Hamid Abulung
Beliau ini pun terkena hukuman mati pula.

SIMPULAN
Dalam makalah yang mungkin saja tak luput dari kekurangan ini telah kami paparkan beberapa tokoh sufi masa lalu yang di antara mereka ada yang termasuk tokoh sufi konstroversial yang sangat kharismatik di sisi pengikutnya namun bagi pihak lain mereka itu dianggap ahli bid’ah bahkan ada yang menganggapnya sebagai kafir zindiq yang sangat merusak Islam, Na`udzubillah mudah mudahan dengan sejarah masa lampau ini kita dapat mengarungi bahtera kehidupan saat ini hingga masa-masa yang akan datang. Amin yarabbal alamin.

SARAN-SARAN
Sebagai insan muslim kita semua dituntut untuk ikut melaksanakan da’wah billisan ataupun bil arkan, serta menampakkan diri kita sebagai seorang muslim yang baik sebagaimana yang dicontohkan oleh junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. yang senantiasa membawa kemaslahatan bagi sekalian ummat dan mengantarkan mereka kepada kebahagian di dunia dan di akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Sirajuddin. 1994. Sejarah Dan Keagungan Mazhab Syafi’i. Jakarta: Pustaka Tarbiyah
Abd. Khaliq A.R. 2001. Penyimpangan-penyimpangan Tasawuf. Jakarta: Rabbani Press.
Al Bagdadi Khalid. 1986. Al Iman wal Islam. Turkey: Darussefaka.
Al Banjari, M. Arsyad. 1860. Sabil al Muhtadin. Mesir. D.I.K al Arabiah.
Al Banjari, M. Nafis. 1881. Ad Dur an Nafis. Mesir. Al Miriyah.
Al Iskandari Ibn ‘Athaillah.1961. Miftah al Falah. Mesir. Musthafa al Bab al Halabi.
Al Fatani, Daud. tth. Al Manhal Ash Shafi, Tulisan Tangan.
Al Fatani Z. Abiddin. tth. Aqidat an Najin. Surabaya : Syirkah Bungkul.
Al Falimbani Abd Samad. tth. Sair As Salikin. Semarang. Karya Insan.
Al Qusyairi Ab al Qasim.1940. Al Risalah Al Qusyairiyah. Mesir. Mushthafa. Al Bab al Halabi.
As Sayyid Al Attas M. Naguib. 1977. Islam Dalam Sejarah Kebudayaan Melayu. Bandung: Mizan
As Sayyid Al Aydrus Novel. 1997. Tanya Jawab Sufstik. Solo.: Putra Riadi.
As Sayyid Bakri Ibn M Syatha. tth. Kifayat al Atqiya. Surabaya: A. Sa’ad Nabhan.
As Sayyid Al Barzanji. Ahmad. tth. Tahqiqat Ahmadiyah. tt.tpn (Tulisan tangan).
As Sayyid Al Habsyi Ali tth. Simth ad Durar. Banjarmasin: S. Hasyim Al Habsyi.
As Sayyid al Haddad Abdullah. tth. Risalat al Muawanah. Bandung. Al Ma`arif.
As Sayyid Al Hamid. 1999. Pembaharu Abad Ke 17. Bandung: Pustaka Hidayah.
As Sayyid Al Mahdali Agil. 2002. Mengenal Tarekat Sufi. Bagi Pemula. Jakarta. Azan.
As sayyid Al Syilli Muhammad. tth. Masyra’ ar Rawi. tt.tpn
As Sayyid Nashr Husin 1994. Tasawuf Dulu dan Sekarang. Pustaka Firdaus.
As Sayyid As Nursyamsu Muhammad 1999 Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya Jakarta Lentera
Jaya Tamar. 1982. Syeikh Nuruddin ar Raniri. Jakarta: Panji Masyarakat.No 347.
Ibn Ibad Muhammad. tth. Syarh al Hikam. Singapore-Jeddah al Haramain.
Kahmad Dadang 2002. Tarekat Dalam Islam Bandung. Pustaka Setia.
LKS IAIN Walisongo. 1974. Srjarah Islam Di Jateng Utara. Semarang: IAIN Walisongo.
Masyur H.M. Laily.1996. Ajaran Dan Teladan Para Sufi. Jakarta: R. Grafindo. P.
Masyhudi In’amuzzahidin. 2003. Wali Sufi Gila. Jakarta: Ar Ruzz.
Mustofa H.A. 1997. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Muthahari Murtadha. 2002. Mengenal Irfan. Bandung: Mizan.
M.Z Labib-Farid A. 1998. Kisah Kehidupan Para Sufi. Surabaya. Bintang Usaha Jaya.
Poesponegoro .M.D Nososusanto. N. 1993. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.
Pringgodigdo Mr. A.G. 1973. Ensiklovedi Umum. Jogyakarta: Kanisius.
Riclefs. H.C. tth. Sejarah Indonesia Modern. GMU. Press.
Simuh. 1997. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta: R. Grafindo.
Soemarsaid Martono. 1972. Ilmu-Ilmu Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Bhratra.
Syaukat Ahmad. 1982. Sejarah Sufisme Atau Tasawuf. Jakarta: Panji Masyarkat.
W. Morgan Kenneth. 1963. Islam Jalan Mutlak. Jakarta: Pembangunan. Read More..
ILMU AL MUHKAM WAL MUTASYABIH

A. PENGERTIAN
Menurut bahasa Muhkam berasal dari kata ihkam yang berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Namun , semua pengertian ini pada dasarnya kembali pada makna pencegahan.
Sedang kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal.
Dalam Al Quran terdapat ayat-ayat yang menggunakan kedua kata ini atau kata jadiannya.
Pertama, firman Allah :

artinya; “sebuah kitab yang disempurnakan [dijelaskan] ayat-ayatnya” [Q.S.Hud 1].
Kedua, Firman Allah :

Artinya : “Al-Quran yang serupa[mutasyabih]lagi berulang-ulang,,,,,[Q.S.Al-Zumar;23]
Ketiga , Firman Allah :

((ال عمران : ۷
Artinya :. Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. ( Q.S Ali Imran : 7)

Maksud dari ayat pertama adalah kesempurnaannya dan tidak adanya pertentangan antara ayat-ayatnya. Maksud mutasyabih dalam ayat kedua adalah menjelaskan segi kesamaran ayat-ayat Al Quran dalam kebenaran, kebaikan dan kemkjizatannya.
Sedangkan dari ayat ketiga inilah pengertian muhkam dan mutasyabih yang menjadi perhatian dalam pembahasan ini. Karena memang ada bebepapa penulis ulumul Quran seperti Al-Zarqani, Shubhi Al Shalih Dan Abd. Mun`aim Al-Namir memandang tidak ada pertentangan antara ketiga ayat tersebut.

Secara istilah , para ulama berbeda pendapat pula dalam merumuskan devinisi muhkam dan mutasyabih. Diantara devinisi yang dikemukakan oleh Al Zarqani yang sebagiannya dikutip dari Al Suyuthi yaitu sebaga berikut :
1. Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat .pendapat ini di bangsakan Al-Alusi kepada pemimpin-pemimpin madzhab Hanafi.
2. Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secaran nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya baik seara nyata maupun melalui takwil. Seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf yang terputus-putus diawal surat. Pendapat ini dibangsakan kepada Ahli sunnah sebagai pendapat yang terpilih dikalangan mereka.
3. Muhkam ialah ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna takwil. Mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak kemungkinan makna takwil. Pendapat ini dibangsakan kepada ibn Abbas dan kebanyakan Ahli ushul fiqh mengikutinya.
4. Muhkam ayat yang tunjukkan makna kuat, yang lafal nas dan lafaz zahir. Mutasyabih ialah ayat yang tunjukkan maknanya tidak kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal dan musykil. Pendapat ini dibangsakan kepada imam Al-Razi dan banyak peneliti yang memilihnya.

Dari devinisi di atas dapat kita ketahui dua hal penting.
 Dalam membicarakan muhkam tidak ada kesulitan. Muhkam adalah ayat yang jelas atau rajah maknanya.
 Pembicaraan tentang mutasyabih menimbulkan masalah yang perlu dibahas lebih lanjut. Apa sumber yang melahirkan mutasyabih, berapa macam mutasyabih, dan bagaiman sikap ulama dalam menghadapinya.

2. SEBAB-SEBAB TERJADINYA TASYABUH DALAM Al-QURAN.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa sebab tasyabuh atau mutasyabih adalah ketersenbunyian maksud bahwa ketersembunyian itu bisa kembali kepada lafal atau kepada makna atau kepada lafal dan makna sekaligus.
Contoh-contoh:
1. ketersembunyian pada lafal


Lafal أبٌّdisini mutasyabih karena ganjilnya dan jarangnya digunakan. Kata أبٌّ diartikan rumput-rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya :
متاعاً لكمْ ولأنعامكمْ (عبس :)۳۲
Mutasyabih yang timbul dari ketersembunyian pada makna adalah ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat-sifat tuhan; dan sebagainya. Mutasyabih yang timbul dari ketersembunyian pada makna dan lafal sekaligus adalah seperti;


Artinya; 189. dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[*], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

[*] pada masa jahiliyah, orang-orang yang berihram di waktu haji, mereka memasuki rumah dari belakang bukan dari depan. hal Ini ditanyakan pula oleh para sahabat kepada Rasulullah s.a.w., Maka diturunkanlah ayat ini.

Ayat ini tidak dapat difahami oleh orang yang tidak mengetahui adat bangsa arab dizaman jahiliah. Diriwayatkan bahwa beberapa orang anshar jika berihram (untuk haji atau umrah) tak seorang pun mereka mau memasuki pagar atau rumah dari pintunya. Jika ia seorang penduduk kota, ia menggali lubang di belakang rumah-rumahnya. Jika ia seorang penduduk kota,ia menggali lubang dibelakang rumah-rumahnya dan ia keluar dan masuk dari sana. Jika ia orang baduy ia keluar dari belakang gubuknya. Sehubungan dengan itu ayat ini diturunkan.

Kemudian, menurut Al-Zarqani, ayat-ayat mutasyabihat dapat dibagi keada tiga macam.
1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan tentang Zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya. Pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib lainnya. Allah berfirman :


Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri”, (Q.S. Al-An`am 59)
2. Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan,dan seumpamanya, Allah berfirman :


Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat..”. (Q.S. An Nisa :3)

Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidakjelasannya timbul karena lafalnya yang ringkas.kalimat asalnya berbunyi :

3. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati orang-orang yang jernih jiwanya dan mujtahid.

3. PANDANGAN DAN SIKAP ULAMA MENGHADAPI AYAT-AYAT MUTASYABIH.

Telah dikemukakan bahwa ayat-ayat mutasyabihat itu berbagai macam sebab bentuknya. Dalam bagian ini, pembahasan khusus tentang ayat-ayat mutasyabihat yan menyangkut sifat-sifat Tuhan yang dalam istilah As-Suyuthi “ayat Al-Shifat”, dan dalam istilah Shubhi Al-Shahih (mutasyabih Al-Shifat). Ayat-ayat yang termasuk dalam kategori ini banyak. Diantaranya adalah:

Artinya:. (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy[*].(Q.S. Thaha : 5)

[*] bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.

2.

Artinya :. Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.(Q.S. Al Fajr :22)

3.

Artinya : Dan dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya…….. (Q.S. Al An`am : 61)

4.

Artinya :. Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang Aku Sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah ),(Q.S.Az-Zumar : 56)

5.

Artinya : “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S.Ar Rahman : 27)


Artinya :…….. dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku,(Q.S.Thaha:39)

7.

Artinya :….. tangan Allah di atas tangan mereka[*],
.
[*] orang yang berjanji setia Biasanya berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu. jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. jadi seakan-akan Allah di atas tangan orang-orang yang berjanji itu. hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluknya.

Dalam ayat-ayat ini teardapat kata-kata “bersemayam”, “datang”, diatas”, “ sisi”, “wajah”, “mata”, dan “tangan” yang dibanggakan ataundijadikan sifat bagi Allah. Kata-kata ini menunjukkan keadaan, tempat dan anggota yang layak bagi makhluk yang baharu. Karena dalam ayat-ayat tersebut kata-kata ini dibangsakan kepada Allah yang Qadim, maka sulit dipahami maksud yang sebenarnya, karena itu pula , ayat-ayat tersebut dinamakan “Mutasyabih a-Shifat”. Selanjutnya, dipertanyakan apakah maksud ayat-ayat ini dapat diketahui oleh manusia atau tidak?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Shubhi Al-Shalih membedakan pendapat ulama kedalam dua mazhab.
1. Mazhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabih itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Quran serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada Allah sendiri, mazhab ini disebut pula madzhab Mufawwidah atau Tafwid. Adapun dalil (argument) yang digunakan oleh mazhab ini adalah dua, yaitu dalil aqli(berdasarkan kaidah bahasa arab) dan dalil naqli(hadits dan atsar sahabat). Menurut As-Suyuthi , inilah yang menjadi pendapat kebanyakan sahabat, thabi`in, tabi`I al-tabi`in, dan orang-orang sesudah mereka, khususnya Ahlu Sunnah. Pandangan ini adalah riwayat yang paling shahih dari shahih dari ibn Abbas.
2. Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang mewakilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang baik dangan zat Allah. Karena itu mereka disebut juga Muawwilah atau mazhab takwil. Mereka memaknakan
• “Istiwa” dengan ketinggian yang abstrak , berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.
• “kedatangan Allah” diartikan dengan kedatangan perintahnya.dll.
Demikian system penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yan ditempuh oleh ulama Khalaf. Semua lafal yang mengandung makna “cinta”,”murka” dan “malu” bagi Allah ditakwil dengan makna majaz yang terdekat. Mazhab ini juga mempunyai argument (dalil) naqli dan aqli berupa atsar sahabat. Menurut mereka suatu hal yang harus dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya.
3. As-Suyuthi mengemukakan bahwa Ibnu Daqiq Al-Id mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiq Al-Id berpendapat bahwa jika takwil itu dekat dari bahasa Arab maka tidak dipungkiri dan jika takwil itu jauh maka kita tawaquf(tidak memutuskannya). Kita meyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.
Setiap orang percaya bahwa makna yang diambil dari hasil penakwilan dan penafsiran bukanlah makna yang pasti bagi lafal-lafal ayat mutasyabihat. Tidak seorangpun dapat menjamin bahwa itulah makna yang sebenarnya dan secara pasti dimaksudkan oleh Allah.
Ayat-ayat mutasyabihat mengandung banyak kemungkinan makna. Karena itu, ayat ayat seperti ini tidak boleh dipahami secara berdiri sendiri. Untuk memahaminya secara benar harus melalui petunjuk ayat-ayat muhkamat, selanjutnya keterangan ini menynjukka bahwa ayat-ayat mutasyabihat dapat dipahami dengan merujuk kandungan ayat-ayat muhkamat.




















KESIMPULAN
1. Muhkam berasal dari kata ihkam yang berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan.
2. mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal.
3. Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secaran nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya baik seara nyata maupun melalui takwil. Seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf yang terputus-putus diawal surat. Pendapat ini dibangsakan kepada Ahli sunnah sebagai pendapat yang terpilih dikalangan mereka.
4. ayat-ayat mutasyabihat dapat dibagi keada tiga macam.1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak sampai kepada maksudnya.2) Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan,dan seumpamanya.3) Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama.
5. Ada dua mazhab yang membahas tentang masalah ini yaitu mazhab khalaf dan mazhab salaf.










Daftar Pustaka
Syadali, Ahmad. Rofi`I, Ahmad. Ulumul Quran.Pustaka Setia.Bandung.2000. Read More..

ILMU-ILMU HADITS

A.SEJAR AH PERKEMBANGAN ILMU HADITS
Pada masa kenabian,ilmu hadist telah muncul lewat kegiatan nabi dan para sahabatnya.mereka dalam traspormasi hadist melakukannya dengan teliti dan hati-hati dengan cara memperhatikan sanad dan matan,lebih-lebih ketika mempunyai keragui-raguan tentang transpormator,fenomena tersebut dilanjutkan oleh tabiin dan para pengikut tabiin yang pada masa ini telah muncul apa yang diungkapkan oleh ibnu sirin yang tertera dalam muqaddimah sahih muslim”mereka tidak menyatakan isnad maka ketika itu timbul fitnah,mereka berkata:sebutkan pada kami tokoh-tokoh kalian,bila mereka ahli sunnah maka mereka mengambil haditsnya dan bila melihat ahli bidah,maka mereka tidak mengambil hadist ahli bidah tersebut.
Sebagaimana yang ditetapkan oleh disiplin ilmu hadist,tidak akan diterima kecuali,setelah sanad diketahui

B.MACAM-MACAM ILMU HADIST DAN PENGERTIANNYA
Ilmu hadits yakni,ilmu yang berpautan dengan hadits,banyak ragam macamnya,jika dilihat dari garis besarnya terbagi dalam dua bagian saja.
Pertama:Ilmu Hadits Riwayat.
Ialah ilmu yang membahas cara persambungan hadist kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW,dari sikap para perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka dan dari segi keadaan sanad putus dan bersambungnya.
Kedua:Ilmu Hadist Riwayat
Ialah imu yang membahas makna-maknayang dipahamkandari lafal-lafal hadist dan yang dikehendaki dari suatu lafaldan kalimat,dengan bersandar kepada aturan-aturan bahasa arab dan kaidah-kaidah agama,serta sesuai dengan keadaan nabi Muhammad SAW.
Tetapi kebanyakan ulama menta’rifkan ilmu hadist riwayat dan dirayat adalah sebagai berikut:
Ilmu hadist riwayat ialah suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda,perbuata,taqrir-taqrir dan sifat-sifat nabi Muhammad SAW. Sedangkan ilmu hadist dirayat ialah suatu ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan yang diterima dan yang ditolak.
Inilah dua pokok dan batangnya ilmu hadist,dari dua pokok ini muncullah beberapa cabang.

C. CABANG-CABANG ILMU HADIST,SEJARAH DAN KITAB-KITABNYA.
a. Ilmu Rijalil Hadist
Ialah ilmu yang membahas para perawi hadist baik dari sahabat,tabiin maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya.Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi yang menerima hadist dari rasulullah,dan keadaan para perawi yang menerima hadist dari sahabat dan seterusnya.
Di dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi,madzhab yang dipegangi oleh para perawi dan keadaan para perawi itu menerima haduist.
Sungguh penting sekali ilmu ini dipelajari dengan seksama,karena hadist itu terdiri dari sanad dan matan.Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad,merupakan separoh pengetahuan.
Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak ragamnya.Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat saja.Ada yang menerangkan riwayat umum para perawi.Ada yang menerangkan perawi-perawi yang dipercaya saja.Ada yang menerangkan riwayat-riwayat para perawiyang lemah-lemah,atau para mudallis,atau para pembuat hadist maudlu. Read More..